Trans7 Dianggap Langgar Etika Media terhadap Pesantren

Belakangan ini, masyarakat dikejutkan oleh tayangan di Trans7 dan Trans TV yang dinilai mengandung unsur penghinaan terhadap pondok pesantren. Sebagai dua stasiun televisi besar yang punya pengaruh luas di masyarakat, tindakan ini bukan sekadar kesalahan kecil, tapi bentuk kelalaian serius dalam menjaga etika media dan sensitivitas budaya serta keagamaan.

Pondok pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tapi institusi moral dan spiritual yang sudah berperan besar dalam membentuk karakter bangsa. Ketika media mainstream justru menjadikannya bahan olok-olok atau candaan yang merendahkan, itu berarti ada krisis empati dan profesionalisme dalam proses produksi konten mereka.

Media seharusnya menjadi sarana edukasi publik, bukan sumber stereotip yang menyesatkan. Konten yang menyinggung pesantren hanya memperkuat stigma negatif terhadap komunitas tertentu, dan ini berpotensi memecah harmoni sosial di tengah masyarakat. Ironisnya, hal ini terjadi di tengah gencarnya kampanye “televisi sehat” dan “konten positif”.

Trans7 dan Trans TV perlu bertanggung jawab secara moral dan profesional, bukan hanya dengan permintaan maaf formal, tapi juga dengan evaluasi menyeluruh terhadap sistem sensor, tim kreatif, dan nilai yang mereka bawa dalam produksi program. Publik berhak menuntut tayangan yang beradab, menghargai nilai-nilai keagamaan, serta tidak menistakan lembaga yang selama ini berperan menjaga akhlak bangsa.

Kritik ini bukan semata untuk menjatuhkan, tapi untuk mengajak media agar lebih peka dan bertanggung jawab terhadap dampak sosial dari setiap tayangannya. Di era digital yang serba cepat, kepercayaan publik adalah modal utama — dan sekali hilang, sulit untuk dipulihkan.


Bayu Rizky Ramadhan

(Wakil Ketua 1 Forsema PTKI-S

 Jakarta - Banten)

0 Response to "Trans7 Dianggap Langgar Etika Media terhadap Pesantren"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel